Jumat, 29 April 2011

4 teori penting sosiologi


4 teori penting dalam sosiologi

Empat Teori Penting dalam Sosiologi

Oleh: Shidarta
Topik perkuliahan ini membahas mengenai sejumlah teori penting dalam sosiologi. Mengingat demikian banyak teori-teori sosiologi tersebut, dalam perkuliahan ini hanya akan disinggung empat saja di antaranya. Keempat teori inipun hanya akan disinggung secara garis besarnya saja (mengingat antara satu tokoh dengan tokoh lain selalu ada variasi pandangan yang berbeda satu dengan lainnya). Teori-teori ini dipandang perlu untuk disinggung karena akan mewarnai analisis kita dalam pembahasan materi sosiologi hukum berikutnya.
1. Teori Struktural Fungsional
2. Teori Konflik
3. Teori Interaksi Simbolik
4. Teori Pertukaran Sosial

TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL
Teori Struktural Fungsional (terkadang ditulis Fungsional Struktural) dikemukakan antara lain oleh Emile Durkheim, Talcott Parsons, Kingsley Davis, dan Robert K. Merton. Mengapa dipakai kata STRUKTUR?
Kata “struktur” dipakai untuk menunjukkan fakta-fakta di luar diri manusia. Manusia berperilaku karena menyikapi fakta-fakta yang sudah terstruktur. Jadi ada hubunga kausalitas antara faktor ekstern (heteronom) dan intern (otonom) manusia. Mengapa disebut FUNGSIONAL? Kata “fungsional” menunjukkan adanya unsur-unsur yang interdependen dalam masyarakat, mirip seperti organisme (misal tubuh manusia).
Jadi untuk memahami masyarakat, kita harus memahami bagaimana bagian-bagian (unsur-unsur) masyarakat itu bekerja. Fungsionalisme sebagai suatu analisis sistem, merupakan analisis yang bersifat struktural (mencermati hubungan kausalitas di antara mereka). Teori Struktural Fungsional menekankan keteraturan (order), dengan konsep utama: FUNGSI, DISFUNGSI, FUNGSI LATEN, FUNGSI MANIFES, dan KESEIMBANGAN (equilibrium). Catatan: pemahaman atas semua konsep ini muncul terutama setelah Robert K. Merton (1968); sebelumnya hanya konsep fungsi yang diperhatikan.

Masyarakat adalah sistem sosial yang secara fungsional terhubung dengan sistem lainnya. Jika satu sistem tidak berfungsi akan mempengaruhi sistem lainnya. Di sini hukum diberi peran sebagai agen status quo. Dalam peran seperti ini hukum TIDAK MENYUKAI adanya perbuatan yang merusak tatanan sosial. Konflik adalah sesuatu yang diharamkan. Sesuatu yang tertib dan mapan dianggap BAIK (NORMAL), sebaliknya dianggap TIDAK BAIK (ABNORMAL) -- mirip seperti tubuh manusia (normality vs pathology) = OPOSISI BINER (binary opposition). Teori Struktural Fungsional dikritik karena mengasumsikan masyarakat selalu dalam kondisi damai (berjalan menurut fungsinya).

Salah satu pendukung teori Struktural Fungsional ini adalah Talcott Parsons. Ia adalah pengemuka teori yang diberi nama "the Structure of Social Action". Talcott Parsons meyakini: (1) motivasi dasar manusia adalah untuk berkuasa; (2) dalam mencapati tujuan itu kerap terjadi konflik-konflik; (3) konflik-konflik dapat diatasi jika terdapat pemerintahan yang kuat; (4) dalam rangka memelihara efektivitas pemerintahan itu diperlukan faktor-faktor normatif. Dapat diduga bahwa Parsons pada akhirnya sangat mengandalkan hukum untuk menjalankan fungsinya dalam upaya menjaga efektivitas pemerintahan itu.

Menurut Parsons, persoalan sentral dalam masyarakat bertolak pada dua hal, yaitu alokasi dan integrasi.
Alokasi adalah soal distribusi sumber daya kepada orang-orang yang ada dalam masyarakat dan/atau distribusi orang untuk menduduki posisi tertentu dalam masyarakat. Integrasi adalah soal pengelolaan tegangan-tegangan yang muncul sebagai akibat dari pengalokasian. Seperti diungkapkan di atas, pemegang kekuasaan (pemerintah) diharapkan oleh Parsons dapat menggunakan hukum (konkretnya lembaga pengadilan) dalam upaya mengintegrasikan kembali masyarakat yang terlibat konflik (memperebutkan alokasi sumber daya).

Pada tahun 1951, Parsons menyebutkan ada 3 sistem yang ada dalam masyarakat, yaitu SISTEM SOSIAL, SISTEM KEPRIBADIAN, dan SISTEM BUDAYA. Ketiganya disusun secara berurutan.

Dalam konteks sistem sosial, manusia dipandang memiliki peran masing-masing dalam masyarakat. Sistem sosial berpotensi menciptakan konflik. Untuk menghindari konflik, sistem sosial membuat batasan tentang pola bertindak yang boleh/tidak boleh. Setiap orang memainkan peran sesuai posisinya dalam masyarakat (terpengaruh teori fungsionalisme). Setiap pemain peran memiliki ekspektasi-ekspektasi dan mereka saling berbagi ekspektasi (shared expectation) dengan saling mengisi fungsi-fungsi yang ada di masyarakat. Pola tindakan ini akan terus dijaga dan membuat interaksi anggota-anggota masyarakat menjadi efisien. Terciptalah stabilitas dan prediktibilitas. Contoh konflik tersebut adalah antara majikan dan buruh, dokter dan pasien, atau polisi dan penjahat.

Sistem kepribadian memandang manusia selalu menjalankan peran itu tidak saja mengacu pada nilai-nilai dalam sistem sosial, melainkan juga pada disposisi kebutuhan masing-masing orang. Jadi, setiap manusia memiliki disposisi kebutuhannya sendiri-sendiri, yang terdiri dari preferensi (jika dihadapkan pada pilihan, saya lebih suka itu daripada ini...), hasrat (secara instinktif saya cenderung berbuat itu...); dan keinginan (saya berharap mendapatkan itu...). Di sini Parsons banyak dipengaruhi oleh tokoh psikoanalisis Sigmund Freud.

Lalu, ada sistem budaya. Di sini manusia mengkoordinasikan tindakan-tindakannya agar tidak terjadi perbenturan ekspektasi dan perebutan pemenuhan kebutuhan. Sistem ini terdiri dari tiga wilayah penerapan, yang dilambangkan dengan: (a) Simbol-simbol kognisi. Contoh: angka-angka untuk menunjukkan perhitungan pembagian keuntungan dalam laporan keuangan. Angka-angka itu menyimbolkan sistem budaya dari aspek kognitif. (b) Simbol-simbol ekspresi (emosi). Contoh: benda-benda seni yang bisa dinikmati bersama oleh masyarakat. Candi, misalnya, adalah simbol sistem budaya yang ekpresif. (c) Simbol-simbol nilai (moral). Contoh: aturan hukum yang mengamanatkan tujuan yang ideal (keadilan) bagi segenap masyarakat. Parsons memberi tekanan pada pentingnya sistem budaya ini. Sebab, hanya dengan nilai-nilai terlembagakan dalam sistem budaya ini tercipta kesepakatan tentang standar perilaku untuk mengevaluasi perilaku konkret dan pola-pola pembagian sumber daya.
Pada tahun 1956, Parsons mengoreksi teori sistemnya tersebut dengan menyebutkan 4 subsistem dalam sistem masyarakat. Kali ini ia menyebut empat sistem, yaitu SISTEM EKONOMI, SISTEM POLITIK, SISTEM SOSIAL, dan SISTEM BUDAYA. Masing-masing sistem tersebut memiliki fungsi untuk adaptation, goal attainment, integration, dan latency. Keempat fungsi inilah yang dikenal dengan singkatan AGIL. Keempat fungsi ini terjalin secara dependen membentuk sistem aturan dengan model sibernetis (cybernetic model of system regulation). Jika diilustrasikan akan tampak sebagai berikut.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6-JeJIVH36vvpqWK3CllYg59w1pwIShl0UZp_OZPgI9qmndHWalLDf7Llp622iwBYkmptOIuvgus7Qlsb0RVzrPp5oU_XAcM4659OKSRfQhr2T6dIFrFH32tPND7WLDd1Yec6JUSw7uNI/s640/Slide1.GIF


Dalam sistem ekonomi (atau bisa juga dipahami sebagai "subsistem" karena ia menjadi bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas) masyarakat diarahkan agar bertindak adaptif guna memenuhi kebutuhan hidup mereka, yakni mendapatkan benda-benda material agar mampu bertahan hidup. Dalam sistem politik, masyarakat dirahkan untuk mengikuti kebijakan si pemegang kekuasaan guna mencapai suatu tujuan bersama. Sistem sosial juga memiliki fungsinya sendiri, yaitu agar masyarakat diminta memelihara keutuhan sosial (integrasi sosial) dengan antara lain menaati aturan hukum. Terakhir adalah sistem budaya. Di sini masyarkat diarahkan bertindak sesutu nilai-nilai dari lembaga budaya yang sudah eksis, seperti masjid, gereja, sekolah, dll.

Namun, perlu hati-hati karena setiap lembaga budaya ini sebenarnya tidak hanya menjalankan sistem budaya (fungsi latency). Gereja, misalnya, juga menjalankan keempat unsur dari AGIL tersebut sekaligus. jadi, gereja adalah suatu lembaga dalam subsistem budaya (berfungsi untuk: latent pattern maintenance and tension management), sekaligus menjalankan fungsi-fungsi berbeda yang diperankan oleh:
 a. komisi liturgi dan kelompok doa ~ latency (komitmen pada nilai)
 b. komisi disiplin ~ integration (memberikan pengaruh sosial)
 c. dewan paroki ~ goal attainment (menegakkan kekuasaan)
 d. panitia dana ~ adaptation (mengumpulkan sumber daya/uang)

Pemikiran Parsons sangat menarik walaupun tidak berarti tanpa kritik. Parsons dikritik karena  menekankan bahwa ciri pada masyarakat modern adalah komitmen mereka yang kuat pada nilai-nilai (subsistem budaya). Kenyataannya tidak selalu demikian. Contoh, rasisme tetap saja masih eksis pada masyarakat di negara-negara maju. Teori Parsons terkait dengan subsistem budaya ini kurang detail (dibandingkan misalnya dengan aliran Strukturalisme dan Pascastrukturalisme). Konsep-konsep yang diajukan Parsons hanya tentang nilai dan norma. Teori Parsons terpengaruh pada fungsionalisme, seolah-olah setiap orang sudah mempunyai peran sendiri-sendiri dan terkukung pada peran-peran itu. Padahal, subjek manusia mempunyai kreativitas untuk menciptakan peran-peran baru.

Saya sendiri (Shidarta) berpendapat bahwa teori Parsons tentang model sibernetika sebenarnya dapat dielaborasi sehingga menjadi setidaknya menjadi enam subsistem yang saling terkait [lihat penjelasannya dalam buku Shidarta, Moralitas Profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka Berpikir (Bandung: Refika Aditama, 2010)]. Perhatikan, bahwa dalam ragaan di bawah ini ada sumber nilai dan sumber energi. Subsistem sosial juga dibedakan dengan subsistem hukum. Jika dilihat dari sudut subsistem hukum ini, terlihat dari mana arah sumber material hukum itu berasal, dan darimana pula arah sumber formal hukum tersebut datang.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUfMZNNLiB4lxaBDXY96NJlTsom1UrWa7sFl5ZMa97zfMT_okA6BHFSTV2XYFz3YbjlefmgK5ECEeePyDWvdfptfx47mb9sXo4eBYxjGSLpWlq1nbQEJLMvH9LSgJsZrrs9UjA3V2hSira/s640/Slide2.GIF

TEORI KONFLIK
Teori Konflik dikemukakan antara lain oleh Karl Marx, C. Wright Mills, Tom B. Bottomore, Ralf Dahrendorf, Randall Collins, dan Richard P. Appelbaum. Di antara tokoh-tokoh di atas, nama Marx tentu paling banyak disorot.

Menurut Karl Marx, sejarah masyarakat terjadi karena persaingan antar kelas (konsep alineasi memperebutkan sumber daya alam). Kapitalisme makin mempertajam persaingan itu. Namun, ia meramalkan bahwa suatu saat kelas borjuis akan dikalahkan oleh kelas proletar. Ramalan Marx ini berangkat dari dua teori yang dikemukakannya yaitu Teori Eksploitasi dan Teori Evolusi Kapitalisme.
Teori Eksploitasi:  Dunia modern diperintah oleh logika akumulasi komoditas. Nilai komoditas itu mencakup kualitas pekerjaan manusia. Kaum borjouis tidak membeli kualitas pekerjaan itu, tetapi hanya mau membayar tenaga buruh semurah mungkin. Padahal, ada nilai lebih dari tiap pekerjaan yang tak pernah diperhitungkan. Eksploitasi terjadi terus menerus oleh kaum kapitalis terhadap kaum proletar.   
Teori Evolusi Kapitalisme: Mekanisasi akan terus terjadi dalam sistem produksi. Kaum kapitalis akan mengakumulasi modal untuk investasi mekanistis ini. Buruh akan kalah bersaing dengan mesin. Upah makin rendah, terjadi pemelaratan yang menyulut pemberontakan massal. Sementara itu barang yang diproduksi tidak laku terjual karena daya beli menurun. Krisis terhadap kapitalisme diramalkan pasti makin lama akan makin berat.

Jadi, penganut teori konflik sangat dipengaruhi oleh materialisme historis ala Marx. Dalam paham ini, struktur masyarakat ditentukan oleh cara mereka berproduksi. Alat produksi adalah materi terpenting yang menentukan struktur sosial.  Ralf Dahrendorf (1976) menyatakan: "Setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan."  Disensus dan konflik terjadi di mana-mana. Setiap unsur masyarakat berkontribusi pada terjadinya disintegrasi dan perubahan sosial. Dalam konflik selalu terjadi pemaksaan di antara sesama anggota masyarakat. Konflik adalah sesuatu yang tidak terelakkan dalam masyarakat. Selain ada proses ASOSIATIF, tentu ada proses DISASOSIATIF. Jonathan H. Turner mengatakan, konflik tidak selalu berujung pada kehancuran sistem, namun justru bisa memperkuat sistem baik secara keseluruhan maupun bagian-bagian tertentu. Contoh persaingan usaha memperkuat dan menyehatkan perekonomian nasional; menguntungkan konsumen; mendorong terjadinya inovasi di bidang teknologi, dll.). Teori Konflik menekankan pertentangan terus-menerus di antara unsur-unsur dalam masyarakat (disintegrasi sosial).
Masyarakat berada dalam proses perubahan (konflik itu pertanda perubahan). Keteraturan dapat saja terjadi karena ada satu golongan berkuasa yang memaksakan kehendaknya.

Georg Simmel suatu ketika pernah mengemukakan hipotesis tentang intensitas konflik dikaitkan dengan emosi yang terlibat. Dalam suatu konflik antar-individu, menurutnya: (1) The greater the degree of emotional involvement of parties to a conflict, the more intense the conflict. (2) The greater degree of previous intimacy among parties to a conflict, the greater the emotional involvement (contoh: konflik antar-perusahaan dibandingan dengan konflik suami isteri) (3) The greater the degree of previous hostility between parties to a conflict, the greater the emotional involvement (contoh: konflik akibat pembunuhan biasa dibandingkan dengan pembunuhan+mutilasi). (4) The greater the degree of previous jealously between parties to a conflict, the greater the emotional involvement (contoh: konflik tanpa rasa terdiskriminasi dibandingkan dengan ada rasa terdiskriminasi).
Demikian pula halnya untuk konflik antar-kelompok. (1) The greater the degree of “in-groupness” of parties to a conflict, the more intense the conflict. (2) The greater the degree of respective solidarity of parties to a conflict, the more intense the conflict. (3) The greater the degree of previous harmony of parties to a conflict, the more intense the conflict. (4) The less isolation and segregation of conflicting parties is allowed by the beroader social structure, the more intense the conflict. (5) The less conflict is simply a means toward an end, but an end in itself, the more intense the conflict. (6) The more conflict is perceived by participants to trancend individual aims and interests, the more intense the conflict.


TEORI INTERAKSI SIMBOLIK
Teori Interaksi Simbolik ditokohi antara lain oleh Georg Herbert Mead, Manford H. Kuhn, Herbert Blumer
Ralp H. Turner, Howard S. Becker, Norman K. Denzin, dan J. Ter Hiede. Teori Interaksi Simbolik
Manusia itu mahluk sosial (hidup berkelompok). Sebagai mahluk sosial, mereka berinteraksi dan berkomunikasi dengan menggunakan simbol-simbol tertentu (a.l. bahasa). Ingat manusia adalah animal symbolicum. Namun, simbol-simbol itu tidak hanya untuk keperluan berhubungan antarpribadi, melainkan juga untuk keperluan pribadi (berpikir). Setiap orang/kelompok akan memaksakan pandangannya sendiri (self-image) kepada pihak lain ~ tercipta proses “desak-mendesak” sampai kemudian terwujud WORKING CONSENSUS yang memungkinkan adanya tindakan-tindakan bersama. Working consensus itu memberi arahan tentang rencana (strategi menuju tujuan) bersama dalam hidup bermasyarakat itu.
Jadi pada tingkat mikro pun, setiap orang berusaha belajar memahami orang lain. Oleh sebab itu, sistem sosial pun mengalami MORFOGENESE (terus belajar dan mengubah dirinya sendiri). HUKUM pun dapat dipandang sebagai hasil dari morfogenese ini.

Dalam kuliah pernah dibahas suatu contoh makna sapi bagi penduduk Hindu di India. Image tentang sapi ini antara lain dibentuk melalui keyakinan mereka terhadap cuplikan Mahabharata, yang bunyinya, "One should never feel any repugnance for the urine and the dung of the cow. One should never show any disregard for cows in any way. If evil dreams are seen, men should take the names of cows. One should never obstruct cows in any way. Cows are the mothers of both the Past and the Future. Every morning, people should bow with reverence unto cows. Cows are sacred. They are the foremost of all things in the world. They are verily the refuge of the universe. They are the mothers of the very deities. They are verily incomparable. Cows are the mothers of the universe. There is no gift more sacred than the gift of cows. There is no gift that produces more blessed merit." [From the Mahabharata, Anusasana Parva, Sections LXXXIII - LXXVII - LXXVI]

Image ini saling dipertukarkan di antara sesama penganut Hindu di India, sehingga muncul suatu konsensus tentang bagaimana sapi harus diperlakukan. Image tentang sapi ini tidak hidup di kalangan non-Hindu, sehingga perlakuan terhadap sapi bisa sangat berbeda antara pemeluk Hindu dan non-Hindu. Hal yang serupa berlaku untuk image terhadap hewan babi di dalam perspektif penganut Islam, sehingga perlakuan terhadap babi akan berbeda antara pemeluk Islam dan non-Islam. Kiranya fenomena serupa berlaku juga untuk semua hal di dalam kehidupan sosial.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlPmLUt83AkTt8JccT6x9GFbRFn2QyqyFake6g8mC-5We3QNNOL4QIwUgSddoTTvAk6AItFaMTVe_PVdfd2wtqwIIOcS7Ysh3nWetHoWTy-bqLaXWR3m7rLINW6cCaxRUHHhPuKkgFJpHj/s640/foto+untuk+blog+teori+penting.jpg
 

Ter Heide menggambarkannya Teori Interaksi Simbolik ini dengan rumus sederhana: B = fPE (B adalah behavior, f adalah fungsi, P adalah plan, dan E adalah environment). Teori ini dapat menjelaskan, misalnya atas penelitian E.M. Bruner (antropolog Univ. Illinois) terhadap masyarakat Batak Toba yang berurbanisasi di kota Medan (1957-1958) dan Bandung (1969-1970). Perilaku (BEHAVIOR) berupa solidaritas kekerabatan dan adat istiadat Batak Toba yang mulai mengendur di daerah asalnya, justru menguat sesampai mereka di Medan. Hal ini terjadi karena ENVIRONMENT di Medan yang menghadapkan mereka pada persaingan kuat di tengah beragam suku. Untuk itu mereka perlu bersatu dengan saling membantu (PLAN). Hal ini berbeda dengan perilaku orang Batak Toba di Bandung. ENVIRONMENT di Bandung dikuasai oleh adat istiadat Sunda yang dominan, sehingga mereka tidak merasa perlu untuk bersaing; sebaliknya takluk pada budaya yang dominan itu.

Teori ini juga bisa menjelaskan fenomena persekutuan sesaat yang kerap terjadi dalam konflik politik. Lewis Coser misalnya menjelaskan tentang adanya "conflict binds antagonistists” (kelompok-kelompok yang bertentangan dapat bersatu demi menghadapi lawan bersama). Jadi image tentang "musuh" mengalamai morfogenese terkait dengan rencana dan kebutuhan situasional. Akibatnya, pihak-pihak ini membuat sebuah working consensus mengubah definisi musuh dan melakukan tindakan atas musuh bersama tadi. Di sini berlaku adigium yang sering terjadi dalam dunia politik antar-bangsa yakni "musuh dari musuh saya adalah kawan saya."

Pada PD II, pasukan Chiang & Mao berhenti berperang demi menghadapi musuh bersama mereka yaitu Jepang; namun ketika Jepang berhasil dikalahkan, kedua kelompok ini kembali bersitegang. Hal serupa terjadi di Indonesia. Setelah G-30-S/PKI, berbagai kelompok sosial dan keagamaan di Indonesia bersatu menghadapi PKI, melupakan untuk sementara pebedaan yang terjadi.

TEORI PERTUKARAN SOSIAL
Teori Pertukaran Sosial dikemukakan antara lain oleh Peter Michael Blau, James S. Coleman, George C. Homans, dan Peter P. Ekeh. Teori Pertukaran Sosial berpendapat manusia itu mahluk yang penuh pamrih.
Setiap orang ingin mendapatkan keuntungan dari hubungannya dengan orang lain. KEUNTUNGAN = IMBALAN (respons pihak lain) – BIAYA (kewajiban, rasa khawatir, kebosanan dll.). Perhitungan keuntungan itu merupakan pilihan rasional  (rational choice theory). Di sini terjadi pertukaran (take and give) antara IMBALAN dan BIAYA. Sekalipun demikian, dalam hal tertentu, manusia juga sadar tidak selalu keuntungan berada di pihaknya. Oleh sebab itu, untuk sementara seseorang dapat saja berkorban demi perhitungan keuntungan di kemudian hari.

Pertukaran sosial tidaklah sama dengan pertukaran ekonomi. Pada pertukaran sosial, prestasi dari para pihak tidak harus spesifik, sementara dalam pertukaran ekonomi harus spesifik. Jika dalam pertukaran ekonomi, yang terjadi adalah pertukaran KEWAJIBAN, maka pada pertukaran sosial yang terjadi adalah pertukaran HARAPAN. Ingat, bahwa HARAPAN berarti tidak selalu ada jaminan bahwa suatu hari ia pasti mendapatkan.

Prinsip rasionalitas ini sudah disinggung oleh Jeremy Bentham (tokoh utilitarianisme) dengan perhitungan PLEASURE versus PAIN. Kalkulus hedonistis (hedonistic calculus) yang dikembangkannya berangkat dari perhitungan atas faktor-faktor: intensitas (intensity); lamanya kesenangan/penderitaan berlangsung (duration); kepastian akan terjadi (certainty); jauh dekat perasaan (cepat-lambat efeknya) (propinqity); akibat yang ditimbulkan (fecundity); kemurnian (purity); dan jangkauan (extent). Perilaku mabuk (akibat mengkonsumsi minuman keras), misalnya, dapat diukur dengan melihat seberapa banyak pleasure dan pain yang dihasilkan.

Teori Pertukaran Sosial juga kerap kita praktikkan dalam hal kita memutuskan untuk menolong atau tidak menolong orang lain. Untuk itu perhatikan ilustrasi di bawah ini.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_pzNDPQflrTZPtGLwa71tjVI_uBy7QMSv0ju_KIscilDuBsAXNDWp-SDeRvvxOrsCyU7IIA9gQRjhrxrgHuHIrUdtnVhzuxycwjW3b5gaHp4aACkd0AlLyB5fYV3SXSWw9BwAu83hozD8/s640/foto+untuk+blog+teori+penting.jpg


PENUTUP
Dari keempat teori ini, kita dapat melihat faktor-faktor sosial yang mempengaruhi tindakan sosial kita sebagai bagian dari masyarakat. Teori Struktural Fungsional lebih menekankan pada permainan fungsi-fungsi struktural yang ada di dalam masyarakat. Saya berbuat ini atau itu karena saya tunduk pada "aturan main" yang telah dilembagakan demi menjaga tertib sosial. Teori Konflik melihat dari sisi lain, bahwa saya berbuat ini atau itu justru karena saya tengah terlibat dalam upaya memperebutkan sumber-sumber materi kehidupan  yang terbatas. Jadi, motif penguasaan materi itulah yang utama, yang justru tidak dapat dihindarkan dalam sejarah kehidupan manusia. Perebutan ini jika dibiarkan mengikuti paham kapitalis, pasti akan berujung pada kondisi chaos. Teori Interaksi Simbolik melihat secara lebih spesifik, bahwa saya berbuat ini atau itu semata-mata karena makna simbolik (image) yang saya yakini terhadap sesuatu. Image yang saya yakini berinteraksi dengan image yang diyakini pihak lain, sehingga suatu ketika terciptalah konsensus yang memandu tindakan bersama atas dasar rencana dan kondisi yang disepekati tersebut.  Teori yang keempat adalah Teori Pertukaran Sosial yang memandang tindakan sebagai akibat adanya pertukaran harapan antara pain dan pleasure, atau kerugian dan keuntungan.

4 teori penting (catatan hasil rangkuman)

Teori Fungsionalisme Struktural

Teori ini memandang masyarakat sebagai suatu system yang teratur yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain, di mana bagian yang satu tidak bisa berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Bila terjadi perubahan pada satu bagian akan menyebabkan ketidak seimbangan dan dapat menyebabkan perubahan pada bagian lainnnya. Sebagai contoh institusi pendidikan atau keluarga. Dalam keluarga ayah berfungsi sebagai kepala keluarga yang melindungi dan memberi nafkah untuk keluarga dan ibu sebagai memelihara kehidupan dalam rumah tangga dan mengasuh anak-anak. Kalau salah satu tidak berfungsi maka akan terjadi kepincangan dalam keluarga tersebut. Demikian juga menurut terori ini kemiskinan dalam masyarakat juga berfungsi, misalnya;
# .Orang miskin berfungsi untuk mengerjakan pekerjaan kasar dalam
rumah tangga atau pabrik.
#. Orang miskin dapat menimbulkan sikap altruis pada orang kaya.
#.Orang miskin berfungsi membantu majikan mengurus urusan rumah
tangga.
#. Kemiskinan dapat menguatkan norma-norma sosial.
#.kemiskinan membuka ruang untuk berbuat amal bagi orang lain.
Jadi menurut teori fungsionalisme, kemiskinan bukanlah sesuatu yang
buruk atau negative, melainkan bermanfaat bagi masyarakat

Keterbatasan teori fungsional struktural.
kelemahan teori ini adalah tertutup terhadap perubahan sosial, karena terlalu menekankan keteraturan dan kemapanan struktur sosial yang sudah baku. Kelemahan lainnya adalah bahwa struktur fungsional mempertahankan status quo dan tidak membuka kepada orang atau hal lain berperan. Keterlibatan non status quo dipandang sebagai ancaman bagi masyarakat dan pemegang status quo.
Teori Konflik
Teori ini merupakan reaksi atas teori fungsionalisme. Teori konflik melihat elemen-elemen dan komponen-komponen dalam masyarakat merupakan suatu persaingan dengan kepentingan yang berbeda sehingga pihak yang satu selalu berusaha menguasai pihak yang lain. Pihak yang kuat berusaha menguasai pihak yang lemah. Dengan demikian konflik menjadi tak terhindarkan. Asumsi dasar teori konflik adalah.
@. Struktur dan jaringan dalam masyarakat merupakan persaingan antar
kepentingan dan bahkan saling bertentangan satu sama lain.
@. Sehingga dalam kenyataan menunjukkan bahwa system sosial dalam
masyarakat menimbulkan konflik.
@.Karena konflik adalah sesuatu yang tak terelak, maka konflik menjadi
salah satu cirri dari system sosial.
@Konflik ini tampak dalam kepentingan-kepentingan dalam kelompok –
kelompok masyarakat yang berbeda-beda.
@. Selain itu konflik juga terjadi dalam pembagian sumber-sumber daya
dan kekuasaan yang tidak merata dan tidak adil.
@. Sehingga konflik menungkinkan terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat. Dan perubahan yang akan terjadi tentu saja perubahan ke arah yang lebih baik atau bisa juga sebaliknya.
Kelemahan Teori Konflik
Teori konflik mengabaikan kestabilitasan dalam masyarakat dan terlalu menekankan perubahan dan konflik. Walaupun kadangkala perubahan yang terjadi bersifat minor.
Tokoh terkemuka teori konflik, yaitu Karl Mark.
Teori Interaksionnisme Simbolik
Teori interaksi simbolik menyatakan bahwa individu atau manusia dalam berinteraksi tidak Cuma memberi reaksi terhadap tingkah laku atau perbuatan individu lain, melainkan terlebih dahulu menafsirkan atau member interpretasi sebelum bertindak. Di sinilah letak perbedaan manusia/individu dengan hewan. Hewan hanya memberi reaksi tanpa memberi interpretasi, tetapi manusia memberi reaksi setelah itu menafsir arti atas tindakan atau aksi tersebut. Menurut teori ini reaksi pada diri manusia atau individu itu terjadi melalui tiga tahap, yakni, aksi, interpretasi dan reaksi.
Kelemahan teori interaksionalisme simbolik
Kelamahan teori ini adalah mengabaikan struktur sosial makro, seperti norma sosial, hokum, institusi sosial karena terlalu terfokus pada interaksi sosial mikro, yaitu hubungan antar pribadi.
Tokoh terkemukan teori ini adalah Goerge Herbert Mead dan Herber blumer

Teori pertukaran nilai
Teori ini berangkat dari asumsi dasar ‘do ut des” artinya saya memberi supaya engkau juga memberi. Menurut Goerge Simmel peletak toeri ini, semua kontak di antara manusia bertolak dari skema memberi dan memdapatkan kembali dalam jumlah yang sama. Pendukung teori ini merumuskan ke dalam lima proposisi yang saling berhubungan satu sama lain.
@. Dalam setiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran atau upah atau manfaat, maka semakin sering orang tersebut akan melakukan tindakan yang sama. Misalnya, seseorang akan meminta nasihat pada seorang psikiatris, kalau ia merasa bahwa nasehat orang itu sangat berguna baginya.
@. Jika di masa lalu ada stimulus yang khusus atau satu perangkat stimulus yang merupakan peristiwa di mana tindakan seseorang mempeoleh ganjaran, maka semakin stimuli itu mirip dengan stimuli masa lalu, semakin besar kemungkinan orang itu melakukan tindakan serupa. Contoh, seorang nelayan menebar jala di laut yang dalam dan gelap dan menangkap banyak ikan, maka ia cenderung melakukan hal yang sama kemudiannya.
@. Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka semakin senang seseorang melakukan tindakan itu. Misalnya, apabila bantuan yang saya berikan kepada orang itu bernilai, maka kemingkinan besar saya akan melakukan tindakan yang sama lagi. Sebaliknya bila bantuan kurang bernilai, tidak mungkin diulangi lagi. @. Semakin sering seseorang menerima satu ganjaran dalam waktu yang berdekatan, maka semakin kurang bernilai ganjaran tersebut. Di sini unsure waktu memainkan peranan penting. Misalnya, apabila seseorang menerima pujian dari orang yang sama dalam waktu yang berdekatan, maka semakin kurang bernilai pujian itu baginya.
@.Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkan atau menerima hukuman, maka ia menjadi marah atau kecewa. Sebaliknya bila seseorang menerima ganjaran yang lebih besar dari apa yang ia harapkan, maka ia merasa senang dan lebih besar kemungkinan ia melakukan perilaku yang disenanginya.
Tokoh utama dari teori ini adalah Goerge Simmel

Fakta sosial dan tindakan sosial


Fakta Sosial dan Tindakan Sosial


Jika disederhanakan, objek kajian sosiologi sesungguhnya berpusat pada dua hal, yakni mempelajari  STATUS dan PROSES SOSIAL. Dalam proses sosial, masyarakat manusia dilihat sebagai entitas yang terus-menerus mengalami PERUBAHAN. Proses sosial terjadi karena ada INTERAKSI SOSIAL. Untuk dapat terjadi interaksi sosial diperlukan KONTAK SOSIAL dan KOMUNIKASI.Setiap individu/kelompok dalam berinteraksi sosial dihadapkan pada faktor pengaruh-mempengaruhi antar-sesama mereka. Jika satu individu/kelompok berinteraksi karena dipengaruhi faktor eksternal, maka bentuk interaksi ini disebut FAKTA SOSIAL. Jika satu individu/kelompok berinteraksi karena ingin mempengaruhi individu/kelompok lain, maka bentuk interaksi ini disebut TINDAKAN SOSIAL.
Faktor eksternal dalam fakta sosial itu tidak lain adalah NILAI dan NORMA yang mengajarkan individu/masyarakat agar hidup rukun dan teratur/terstruktur. Dilihat dari aspek ini HUKUM berarti merupakan faktor eksternal dalam prilaku manusia untuk terciptanya suatu tertib sosial.
Kerukunan dan keteraturan demikian dapat bertahan karena didukung oleh solidaritas sosial, yang bisa bersifat mekanis maupun organis.
Solidaritas mekanis berlangsung pada masyarakat primitif (segmental) sedangkan solidaritas organis pada masyarakat modern (nasional).
Durkheim meneliti beberapa fenomena fakta sosial ini yakni pada pembagian lapangan kerja dan beberapa model bunuh diri.

Weber menambahkan ada objek sosiologi yang disebut tindakan sosial yang ternyata dipengaruhi oleh motif-motif subjektif (interpretasi si subjek atas lingkungannya). Sosiologi berusaha memahami pola-pola tindakan sosial (kecenderungan masyarakat berperilaku tertentu). Kecenderungan itu dapat terjadi karena alasan tradisional, afeksi, rasionalitas nilai, dan rasionalitas instrumental. Weber mengakui bahwa dalam kecenderungan perilakunya itu, masyarakat menerima legitimasi otoritas-otoritas tertentu. Dan, otoritas berdasarkan atas legal-rasional dinilainya sebagai otoritas yang sesuai dengan sistem masyarakat modern.


Fakta Sosial Menurut Durkheim

Durkheim berpendapat bahwa subyek kajian sosiologi harus dipersempit pada sebuah bidang yang dapat diuraikan guna membedakan sosiologi dengan studi sosial yang lain. Untuk itu, Durkheim mengusulkan bahwa kita harus membatasi sosiologi pada kajian analisis tentang fakta sosial. Oleh Durkheim, fakta sosial ini ia jelaskan dalam dua cara.

Definisi pertama yang ia berikan pada fakta sosial adalah setiap cara atau arah tindakan yang mampu menggerakkan pada individu dari tekanan eksternal, seperti sistem keuangan, bahasa, dan tindakan yang lain. Kemudian ia menambahkan, setiap tindakan umum di dalam masyarakat. Hal tersebut meliputi institusi agama, tradisi cultural, dan kebiasaan regional.

Durkheim dalam definisi di atas menggunakan paksaan sosial untuk mengidentifikasi alas an di balik tindakan-tindakan yang kemudian menjadi fakta sosial. Tentu saja tingkat paksaan tersebut terasa berbeda-beda. Paksaan sosial ini memegang kekuatan yang memaksa di atas individu.

Definisi kedua Durkheim mengenai fakta sosial mengambil pendekatan yang lebih umum terhadap fakta sosial. Ini mengacu pada berbagai tindakan atau pandangan umum di dalam masyarakat sepanjang memenuhi ketentuan bahwa fakta tersebut jelas-jelas tidak tergantung pada individu. Fenomena tersebut juga mempunyai efek yang memaksa

Proses Sosial


Proses Sosial

Sosiologi mengkaji masyarakat baik dalam keadaan diam maupun bergerak.  Istilah "proses sosial" menunjukkan sisi dinamis (gerak) dari masyarakat. Inilah yang membedakannya dengan analisis terkait struktur sosial yang lebih menunjukkan sisi statisnya.

Proses sosial adalah cara berhubungan timbal-balik (saling mempengaruhi) di antara individu/kelompok manusia. Proses sosial ini mendorong munculnya PERUBAHAN SOSIAL. Bentuk-bentuk (pola) hubungan ini disebut INTERAKSI SOSIAL. Semua bentuk interaksi sosial memerlukan adanya:
 1. KONTAK SOSIAL
     - bisa positif (ke arah kerja sama) atau negatif (konflik)
     - bisa primer (temu fisik) atau sekunder (via alat komunikasi)
 2. KOMUNIKASI
     - ada 5 unsur: komunikator, komunikan, pesan, media, efek
     - ada 3 tahap: encoding, penyampaian, decoding.

INTERAKSI SOSIAL sangat diminati sebagai objek kajian. Salah satunya dengan pendekatan yang disebut  interaksionisme simbolik. Dalam interaksionisme simbolik, suatu subjek bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna yang dimilikinya. Untuk itu dikenal ada 3 unsur penting yang berperan, yaitu: (1) ACT: seseorang bertindak; (2) THING: terhadap sesuatu; dan (3) MEANING: berdasarkan makna yang dimilikinya. Dalam perspektif ini, setiap tindakan bisa saja dimaknai berbeda oleh subjek-subjek yang berlainan. Dalam contoh di kelas dikemukakan tentang pembentuk undang-undang (subjek) yang memaknai perkawinan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974. Padahal, perkawinan itu sendiri mempunyai banyak makna. Seiring dengan perkembangan, boleh jadi pembentuk undang-undang (di DPR)sekarang inipun sudah memiliki makna baru lagi tentang perkawinan yang berbeda dengan rekan mereka pada saat membuat UU No. 1 Tahun 1974 itu.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjz9B7euz_QyNGFLzWUEA7UydbF4Qsz0CVpZLmpLaczsAz49YFpN1qtI6ESgPeXph4KZ9U1cH9CQ7M797-DJw_dAeke5zmC1G3OqkiYCafYS-hQBepo-l1aXRI_HhhtermoNemyUd5lZbfY/s640/Slide4.GIF




Di sini terlihat ada interaksi makna-makna simbolik tentang perkawinan itu antara subjek dan objeknya. Jika subjeknya berubah, maknanya yang diberikan subjek-subjek itu juga sangat mungkin akan berubah dan hal ini akan mengubah wujud dari objeknya. Misalnya, pembentuk undang-undang mengubah (ACT) bunyi pasal tentang definisi perkawinan (katakanlah sekarang perkawinan tidak lagi diartikan sebagai ikatan batin antara pria dan wanita, tetapi ikatan batin antara sesama manusia), boleh jadi model perkawinan pun (THING) akan berbeda. Bukan mustahil perkawinan sesama jenis kelamin dimungkinkan.

Kualitas interaksi sosial itu dalam beberapa segi juga dipengaruhi oleh cara-cara berkomunikasi. Interaksi sosial yang berkualitas adalah interaksi sosial yang komunikatif. Ilmu-ilmu psikologi dan komunikasi dapat memberi kontribusi bagi sosiologi dalam pokok bahasan ini. Dalam perkuliahan di kelas sudah diberi contoh tentang wilayah teritorial manusia tatkala ia berinteraksi dan berkomunikasi, juga bahasa tubuh yang diperagakannya.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Secara umum, interaksi sosial dapat dicermati bentuknya ke dalam dua kategori, yaitu interaksi sosial yang konstruktif (asosiatif) dan destruktif (disasosiatif). Masing-masing bentuk ini dapat dibedakan lagi menjadi beberapa pola:
1. ASOSIATIF
 a. Ko-operasi (kerja sama)
 b. Akomodasi
 c. Asimilasi
 d. Akulturasi
2. DISASOSIATIF
 a. Kompetisi (persaingan)
 b. Kontravensi
 c. Konflik (pertikaian)
ASOSIATIF:
1.a. ko-operasiKo-operasi timbul karena orientasi individu yang sesuai dengan kelompoknya (in group) ada kepentingan yang sama. Tiga bentuk KO-OPERASI:
* Bargaining: Kerja sama berupa saling bertukar barang/jasa (contoh jual beli di pasar tradisonal).
* Co-optation:  Kerja sama dengan menerima nilai/unsur baru dari pihak yang lebih kuat posisi tawarnya. Contoh: jual beli dengan klausula baku.
* Coalition: Kerja sama dari beberapa pihak yang sebenarnya berbeda karakter/struktur organisasi, namun memiliki tujuan yang sama. Contoh: kerja sama partai politik membentuk kabinet.

1.b. akomodasiAkomodasi timbul karena para pihak berusaha untuk mencapai titik keseimbangan (equilibrium) untuk meredakan pertentangan mencapai kestabilan. Berbagai bentuk AKOMODASI:
* Toleration: Ada pihak yang untuk sementara menghindar.
* Coercion: Pihak yang lemah terpaksa menerima (misal perbudakan)
* Compromise: Para pihak saling menurunkan tuntutannya.
* Adjudication: Penyelesaian di pengadilan.
* Arbitration: Penyelesaiana dengan menunjuk pihak ketiga sebagai arbiter.
* Mediation: Penyelesaian dengan menunjuk pihak ketiga sebagai mediator.
* Conciliation: Penyelesaian dengan meminta pihak lain sebagai fasilitator.
* Stalemate:  Para pihak berhenti konflik karena terjadi deadlock (cold-war).
1.c. asimilasiAsimilasi timbul karena satu pihak mengidentifikasikan dirinya sama dengan pihak lain yang lebih dominan (meleburkan diri). Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya asimilasi antara lain adalah sikap toleran, siap membuka diri bagi orang asing, kesamaan tingkat kesejahteraan, persamaan budaya (agama, bahasa, adat istiadat, dll.), persamaan ciri fisik, perkawinan campuran (amalgamasi), ada musuh bersama, dan ada dukungan kondusif dari pemerintah.

1.d. akulturasiAkulturasi timbul karena beberapa pihak saling membuka diri sehingga ada unsur kebudayaan yang saling bertukar dan diterima penuh sebagai adat istiadat yang baru.
DIASOSIATIF:
2.a. kompetisiKompetisi timbul karena ada perbedaan kepentingan di antara beberapa pihak, sehingga mereka saling berlomba memperebutkan satu posisi tertentu, baik yang pribadi (rivalry) maupun kelompok. Contoh:
persaingan memperbutkan jabatan ketua senat mahasiswa atau persaingan menjadi juara lomba olahraga.

2.b. kontravensiKontravensi timbul karena perbedaan pemahaman/pandangan pada satu pihak terhadap pihak lain, sehingga muncul sikap dan/atau perilaku menentang (namun belum sampai pada tahap penggunaan kekerasan). Contoh: kontravensi karena tradisi (diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya), kontravensi menyangkut perbedaan gender, atau bahkan kontravensi di bidang politik.
2.c. konflikKonflik timbul karena para pihak berusaha mencapai tujuan masing-masing dengan cara saling menentang pihak lawan dengan cara memberi ancaman dan/atau menggunakan kekerasan. Contoh: konflik pribadi;
konflik rasial; konflik kasta/kelas sosial, dan konflik internasional (a.l. perang terbuka).
Menurut C.J.M. Schuyt (1981) ada enam cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik:
(1) Pihak yang satu menundukkan diri pada pihak lain
(2) Para pihak melakukan musyawarah
(3) Para pihak minta pihak ketiga menjadi perantara
(4) Diselesaikan melalui mekanisme pengadilan (hakim)
(5) Diselesaikan melalui solusi politik administrasi pemerintah
(6) Diselesaikan melalui tindak kekerasan.
Schuyt lalu mengembangkan hoefijzer model (model tapal kuda) yang dapat diilustrasikan sebagai berikut:


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2CRxy4hmM0okm3Nk5yE3CCbC6uTQy2V6c1H2NgJCtbwoqeiktv-wJZztqs8qDtbRssXPVooZum_qCvceRWjwGh216xihK4uWp9y3oTjJi3o7HMMlOA9ppFP_u6PUFinIlRmxOO3PzJxV2/s640/Slide24.GIF
Coba kalian jelaskan apa maksud dari ilustrasi di atas! Untuk lebih memahaminya, coba identifikasi kira-kira ada pada nomor berapa cara penyelesaian untuk kasus-kasus di bawah ini.
(1) Alfron Damanik, setelah lama tinggal di kota Prapat (Sumut) memutuskan pindah ke kota Bandung. Ia tidak bisa secara bebas berbicara dengan bahasa dan logat Batak Toba di kota Bandung ini. Ia justru lebih banyak berbahasa Sunda dan lama-lama justru menikah dengan seorang wanita Sunda.
(2) Ahmadiyah dinyatakan sebagai organisasasi terlarang yang tidak boleh menyebarkan ajarannya secara terbuka melalui keputusan bersama Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Kejaksaan Agung.
(3) Majalah Tempo digugat ke pengadilan karena dianggap mencermarkan nama baik seorang pengusaha.

Tentu saja, contoh-contoh di atas menunjukkan ada penyelesaian yang sangat didominasi oleh daya kerja hukum positif, namun ada juga yang tidak. HUKUM (positif) dikatakan dapat berfungsi baik, apabila ia dapat mengubah kecenderungan pola penyelesaian KEKERASAN menjadi pola-pola NON-KEKERASAN. HUKUM juga harus mencegah agar tidak terlalu kerap terjadi penundukan diri yang cenderungan melestarikan ketidaksetaraan dalam masyarakat. HUKUM harus difungsikan ke arah pola penyelesaian 2, 3, 4, dan 5. (*)




Proses sosial (catatan tambahan dan rangkuman)

Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentu-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang terlah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbale-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dst.

Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interkasi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama.

Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan Sosial

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial(yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial) karena interasi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi anatara kelompo tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya


Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi pula di dalam masyarakat. Interaksi tersebut lebih mencolok ketika terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Interaksi sosial hanya berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi terhadap dua belah pihak. Interaksi sosial tak akan mungkin teradi apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan termaksud.

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor :
Imitasi

Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku
Sugesti
Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau suatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.
Identifikasi

Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.
Proses simpati

Sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.

Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok.

Dua Syarat terjadinya interaksi sosial :
Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk.Yaitu antarindividu, antarindividu dengan kelompok, antarelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.
Adanya Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.


Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum (artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh). Arti secara hanafiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadinya hubungan badaniah. Sebagai gejala seosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena dewasa ini dengan adanya perkembangan teknologi, orang dapat menyentuh berbagai pihak tanpa menyentuhnya. Dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah bukanlah syarat untuk terjadinya suatu kontak.

Kontak sosial dapat terjadi dalam 3 bentuk :
Adanya orang perorangan

Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebuasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui sosialisasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat dimana dia menjadi anggota.
ada orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya

kontak sosial ini misalnya adalah seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat atau apabila suatu partai politik memkasa anggota-anggotanya menyesuaikan diri dengan ideologi dan programnya.
Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.

Umpamanya adalah dua partai politik mengadakan kerja sama untuk mengalahkan parpol yang ketiga di pemilihan umum.


Terjadinya suatu kontak tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan, tetapi juga tanggapan terhadap tindakan tersebut. Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sengangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama seali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.

Suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak perimer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka. Kontak sekunder memerlukan suatu perantara. Sekunder dapat dilakukan secara langsung. Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat telepon, telegraf, radio, dst.
Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gera-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.
Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang dilakukannya.

Kehidupan yang Terasing
Pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial dapat diuji terhadap suatu kehidupan yang terasing (isolation). Kehiduapan terasing yang sempurna ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengadakan interaksi sosial dengan pihak-pihak lain. Kehidupan terasing dapat disebaban karena secara badaniah seseorang sama sekali diasingkan dari hubungan dengan orang-orang lainnua. Padahal perkembangan jiwa seseorag banyak ditentuan oleh pergaulannya dengan orang lain.

Terasingnya seseorang dapat pula disebabkan oleh karena cacat pada salat satu indrany. Dari beberapa hasil penelitian, ternyata bahwa kepribadian orang-orang mengalami banyak penderitaan akibat kehidupan yang terasing karena cacat indra itu. Orang-orang cacat tersebut akan mengalami perasaan rendah diri, karena kemungkinan-kemungkinan untuk mengembangkan kepribadiannya seolah-olah terhalang dan bahkan sering kali tertutup sama sekali.

Pada masyarakat berkasta, dimana gerak sosial vertikal hampir tak terjadi, terasingnya seseorang dari kasta tertentu (biasanya warga kasta rendahan), apabila berada di kalangan kasta lainnya (kasta yang tertinggi), dapat pula terjadi.

Bentuk-bentu Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertikaian mungkin akan mendapatkan suatu penyelesaian, namun penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi. Ini berarti kedua belah pihak belum tentu puas sepenunya. Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial. Keempat bentuk poko dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan suatu kontinuitas, di dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi.

Gillin dan Gillin mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka, ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial :

Proses-proses yang Asosiatif

Kerja Sama (Cooperation)

Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik.

Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya.

Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley ”kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna”

Dalam teori-teori sosiologi dapat dijumpai beberapa bentuk kerjasama yang biasa diberi nama kerja sama (cooperation). Kerjasama tersebut lebih lanjut dibedakan lagi dengan :
Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) : Kerjasama yang sertamerta
Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) : Kerjasama yang merupakan hasil perintah atasan atau penguasa
Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation) : Kerjasama atas dasar tertentu
Kerjasama Tradisional (Traditional Cooperation) : Kerjasama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.

Ada 5 bentuk kerjasama :
Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong
Bargaining, Yaitu pelaksana perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara 2 organisasi atau lebih
Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktut yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karenamaksud utama adalah untuk mencapat satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnnya adalah kooperatif.
Joint venture, yaitu erjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dst.

Akomodasi (Accomodation)

Pengertian

Istilah Akomodasi dipergunakan dalam dua arti : menujukk pada suatu keadaan dan yntuk menujuk pada suatu proses. Akomodasi menunjuk pada keadaan, adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.

Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu perngertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi. Maksudnya, sebagai suatu proses dimana orang atau kelompok manusia yang mulanya saling bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.

Tujuan Akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu :
Untuk mengurangi pertentangan antara orang atau kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham
Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer
Memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok sosial yang hidupnya terpisah akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta.
mengusahakan peleburan antara kelompok sosial yang terpisah.

Bentuk-bentuk Akomodasi
Corecion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan
Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri
Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.
Stalemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada satu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
Adjudication, Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan

Hasil-hasil Akomodasi
Akomodasi dan Intergrasi Masyarakat

Akomodasi dan intergrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk menghindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan laten yang akan melahirkan pertentangan baru.
Menekankan Oposisi

Sering kali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu dan kerugian bagi pihak lain
Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah
Perubahan-perubahan dalam kedudukan
Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi

Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati.

Asimilasi (Assimilation)

Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama.

Proses Asimilasi timbul bila ada :
Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya
orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga
kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri

Beberapa bentuk interaksi sosial yang memberi arah ke suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif) bila memilii syarat-syarat berikut ini
Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, dimana pihak yang lain tadi juga berlaku sama
interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan
Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer
Frekuaensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangankan.

Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah :
Toleransi
kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi
sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
sikap tebuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
perkawinan campuran (amaigamation)
adanya musuh bersama dari luar

Faktor umum penghalangan terjadinya asimilasi
Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat
kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu seringkali menimbulkan faktor ketiga
perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi
perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi
In-Group-Feeling yang kuat menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi. In Group Feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan.
Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap minoritas lain apabila golongan minoritas lain mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa
faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi.

Asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut terakhir biasa dinamakan akulturasi. Perubahan-perubahan dalam pola adat istiadat dan interaksi sosial kadangkala tidak terlalu penting dan menonjol.

Proses Disosiatif


Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional proccesses, yang persis halnya dengan kerjasama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan. Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence). Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahan, oposisi proses-proses yang disosiatif dibedkan dalam tiga bentuk, yaitu :


Persaingan (Competition)

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunya dua tipe umum :
Bersifat Pribadi : Individu, perorangan, bersaing dalam memperoleh kedudukan. Tipe ini dinamakan rivalry.
Bersifat Tidak Pribadi : Misalnya terjadi antara dua perusahaan besar yang bersaing untuk mendapatkan monopoli di suatu wilayah tertentu.


Bentuk-bentuk persaingan :
Persaingan ekonomi : timbul karena terbatasnya persediaan dibandingkan dengan jumlah konsumen
Persaingan kebudayaan : dapat menyangkut persaingan bidang keagamaan, pendidikan, dst.
Persaingan kedudukan dan peranan : di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan terpandang.
Persaingan ras : merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Hal ini disebabkan krn ciri-ciri badaniyah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya.

Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi :
Menyalrkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif
Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa medapat pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.
Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial. Persaingan berfungsi untuk mendudukan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya.
Sebagai alat menyaring para warga golongan karya (”fungsional”)

Hasil suatu persaingan terkait erat dengan pelbagai faktor berikut ini ”
Kerpibadian seseorang
Kemajuan : Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja keras dan memberikan sahamnya untuk pembangunan masyarakat.
Solidaritas kelompok : Persaingan yang jujur akan menyebabkan para individu akan saling menyesuaikan diri dalam hubungan-hubungan sosialnya hingga tercapai keserasian.
Disorganisasi : Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam masyarakat akan mengakibatkan disorganisasi pada struktur sosial.


Kontraversi (Contravetion)

Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontraversi menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 5 :
yang umum meliputi perbuatan seperti penolakan, keenganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguang-gangguan, kekerasan, pengacauan rencana
yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki melalui surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian pada pihak lain, dst.
yang intensif, penghasutan, menyebarkan desas desus yang mengecewakan pihak lain
yang rahasia, mengumumkan rahasian orang, berkhianat.
yang taktis, mengejutkan lawan, mengganggu dan membingungkan pihak lain.

Contoh lain adalah memaksa pihak lain menyesuaikan diri dengan kekerasan, provokasi, intimidasi, dst.

Menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 3 tipe umum kontravensi :
Kontraversi generasi masyarakat : lazim terjadi terutama pada zaman yang sudah mengalami perubahan yang sangat cepat
Kontraversi seks : menyangkut hubungan suami dengan istri dalam keluarga.
Kontraversi Parlementer : hubungan antara golongan mayoritas dengan golongan minoritas dalam masyarakat.baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan, dst.

Tipe Kontravensi :
Kontravensi antarmasyarakat setempat, mempunyai dua bentuk :
Kontavensi antarmasyarakat setempat yang berlainan (intracommunity struggle)
Kontravensi antar golongan-golongan dalam satu masyarakat setempat (intercommunity struggle)
Antagonisme keagamaan
Kontravensi Intelektual : sikap meninggikan diri dari mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi atau sebaliknya
Oposisi moral : erat hubungannya dengan kebudayaan.

Pertentangan (Pertikaian atau conflict)
Pribadi maupun kelompok menydari adanya perbedaan-perbedaan misalnya dalam ciri-ciri badaniyah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian.
Sebab musabab pertentangan adalah :
Perbedaan antara individu
Perbedaan kebudayaan
perbedaan kepentingan
perubahan sosial.

Pertentangan dapat pula menjadi sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Timbulnya pertentangan merupakan pertanda bahwa akomodasi yang sebelumnya telah tercapai.

Pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus:
Pertentangan pribadi
Pertentangan Rasial : dalam hal ini para pihak akan menyadari betapa adanya perbedaan antara mereka yang menimbulkan pertentangan
Pertentangan antara kelas-kelas sosial : disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan
Pertentangan politik : menyangkut baik antara golongan-golongan dalam satu masyarakat, maupun antara negara-negara yang berdaulat
Pertentangan yang bersifat internasional : disebabkan perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan negara

Akibat-akibat bentuk pertentangan
Tambahnya solidaritas in-group
Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan kelompok tersebut.
Perubahan kepribadian para individu
Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia
Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak

Baik persaingan maupun pertentangan merupakan bentuk-bentuk proses sosial disosiatif yang terdapat pada setiap masyarakat.